Thursday, June 25, 2009
Belajar Mendengarkan...
Anda pasti tahu bagaimana rasanya menerima telepon di tengah malam.
Tapi, malam itu semuanya terasa berbeda. Aku terlonjak dari tidurku
ketika telepon di samping tempat tidur berdering-dering. Aku berusaha
melihat jam beker dalam gelap. Cahaya illuminasi dari jam itu
menunjukkan tepat tengah malam. Dengan panik aku segera mengangkat
gagang telepon.
"Hallo?" dadaku berdegub-degub kencang. Aku memegang gagang telepon itu
erat-erat. Kini suamiku terbangun dan menatap wajahku lekat-lekat.
"Mama?" terdengar suara di seberang sana.
Aku masih bisa mendengar bisikannya di tengah-tengah dengung telepon.
Pikiranku langsung tertuju pada anak gadisku. Ketika suara itu semakin
jelas, aku meraih dan menarik-narik pergelangan tangan suamiku.

"Mama, aku tahu ini sudah larut malam. Tapi jangan... jangan berkata
apa-apa dahulu sampai aku selesai bicara. Dan, sebelum mama menanyai aku
macam-macam, ya aku mengaku ma. Malam ini aku mabuk. Beberapa hari ini
aku lari dari rumah, dan..."
Aku tercekat. Nafasku tersenggal-senggal. Aku lepaskan cengkeraman pada
suamiku dan menekan kepalaku keras-keras. Kantuk masih mengaburkan
pikiranku. Dan, aku berusaha agar tidak panik. Ada sesuatu yang tidak
beres.
"...Dan aku takut sekali. Yang ada dalam pikiranku bagaimana aku telah
melukai hati mama. Aku tak mau mati di sini. Aku ingin pulang. Aku tahu
tindakanku lari dari rumah adalah salah. Aku tahu mama benar-benar cemas
dan sedih. Sebenarnya aku bermaksud menelepon mama beberapa hari yang
lalu, tapi aku takut... takut..."
Ia menangis tersedan-sedan. Sengguknya benar-benar membuat hatiku iba.
Terbayang aku akan wajah anak gadisku. Pikiranku mulai jernih,
"Begini..."

"Jangan ma, jangan bicara apa-apa. Biarkan aku selesai bicara." ia
meminta. Ia tampak putus asa.
Aku menahan diri dan berpikir apa yang harus aku katakan. Sebelum aku
menemukan kata-kata yang tepat, ia melanjutkan, "Aku hamil ma. Aku tahu
tak semestinya aku mabuk sekarang,tapi aku takut. Aku sungguh-sungguh
takut!"
Tangis itu memecah lagi. Aku menggigit bibirku dan merasakan pelupuk
mataku mulai basah. Aku melihat pada suamiku yang bertanya perlahan,
"Siapa itu?"
Aku menggeleng-gelengkan kepala. Dan ketika aku tidak menjawab
pertanyaannya, ia meloncat meninggalkan kamar dan segera kembali sambil
membawa telepon portable. Ia mengangkat telepon portable yang tersambung
pararel dengan teleponku. Terdengar bunyi klik.

Lalu suara tangis suara di seberang sana terhenti dan bertanya, "Mama,
apakah mama masih ada di sana? Jangan tutup teleponnya ma. Aku
benar-benar membutuhkan mama sekarang. Aku merasa kesepian."
Aku menggenggam erat gagang telepon dan menatap suamiku, meminta
pertimbangannya. "Mama masih ada di sini. Mama tidak akan menutup
telepon," kataku.
"Semestinya aku sudah bilang pada mama. Tapi bila kita bicara, mama
hanya menyuruhku mendengarkan nasehat mama. Selama ini mamalah yang
selalu berbicara. Sebenarnya aku ingin bicara pada mama, tetapi mama tak
mau mendengarkan. Mama tak pernah mau mendengarkan perasaanku. Mungkin
mama anggap perasaanku tidaklah penting. Atau mungkin mama pikir mama
punya semua jawaban atas persoalanku. Tapi terkadang aku tak membutuhkan
nasehat mama. Aku hanya ingin mama mau mendengarkan aku."
Aku menelan ludahku yang tercekat di kerongkongan. Pandanganku tertuju
pada pamflet "Bagaimana Berbicara Pada Anak Anda" yang tergeletak di
sisi tempat tidurku.

"Mama mendengarkanmu," aku berbisik.
"Tahukah mama, sekarang aku mulai cemas memikirkan bayi yang ada di
perutku dan bagaimana aku bisa merawatnya. Aku ingin pulang. Aku sudah
panggil taxi. Aku mau pulang sekarang."
"Itu baik sayang," kataku sambil menghembuskan nafas yang meringankan
dadaku. Suamiku duduk mendekat padaku. Ia meremas jemariku dengan
jemarinya.
"Tapi ma, sebenarnya aku bermaksud pulang dengan menyetir sendiri mobil
sendiri."

"Jangan," cegahku. Ototku mengencang dan aku mengeratkan genggaman
tangan suamiku. "Jangan. Tunggu sampai taxinya datang. Jangan tutup
telepon ini sampai taxi itu datang."
"Aku hanya ingin pulang ke rumah, mama."
"Mama tahu. Tapi, tunggulah sampai taxi datang. Lakukan itu untuk
mamamu."
Lalu aku mendengar senyap di sana. Ketika aku tak mendengar suaranya,
aku gigit bibir dan memejamkan mata. Bagaimana pun aku harus mencegahnya
mengemudikan mobil itu sendiri.

"Nah, itu taxinya datang."
Lalu aku dengar suara taxi berderum di sana. Hatiku terasa lega.
"Aku pulang ma," katanya untuk terakhir kali. Lalu ia tutup telepon itu.
Air mata meleleh dari mataku. Aku berjalan keluar menuju kamar anak
gadisku yang berusia 16 tahun. Suamiku menyusul dan memelukku dari
belakang. Dagunya ditaruh di atas kepalaku.
Aku menghapus airmata dari pipiku. "Kita harus belajar mendengarkan,"
kataku pada suamiku.

Ia terdiam sejenak, dan bertanya, "Kau pikir, apakah gadis itu sadar
kalau ia telah menelepon nomor yang salah?"
Aku melihat gadisku sedang tertidur nyenyak. Aku berkata pada suamiku,
"Mungkin itu tadi bukan nomor yang salah."
"Ma? Pa? Apa yang terjadi?," terdengar gadisku menggeliat dari balik
selimutnya.
Aku mendekati gadisku yang kini terduduk dalam gelap, "Kami baru saja
belajar," jawabku.

Belajar apa?" tanyanya. Lalu ia kembali berbaring dan matanya terpejam
lagi.
"Mendengarkan," bisikku sambil mengusap pipinya.

bagoessss bgt ya ceritanya..ni cerita nda ambil dari buku "Hikmah Dari Sebrang"
wuihh...nda seneng bgt sm buku ini. kisah2nya inspiratif bgt. beribu2 kali baca juga ga akn bosan..
malah qt akn temukan hikmah baru.seperti itu terus..........
jika kita akn mencari ibrah.semangat!!!
nda juga sdg belajar untuk mendengarkan nyh.

[ Baca Selengkapnya...]
posted by Nanda @ 2:05 AM   0 comments
Catatan seorang Istri.....:)
Keajaiban Itu Bernama; PERNIKAHAN ( based on True Story) 7 Juli 2007, genap sudah 7 bulan lamanya aku menyandang predikat sebagai istri . Minggu, 7 Januari 2007 merupakan sebuah tanggal, suatu hari dan sebuah moment yang tdk akan pernah terlupakan di sepanjang perjalanan hidupku. Pada hari itu, aku telah berikrar di dalam hati ini utk menunaikan perintah Illahi dalam menyempurnakan setengah dien-Nya, yaitu menikah dengan seorang lelaki yang teramat aku cintai dan berjuang bersamanya sampai akhir hayatku, InsyaAllah. Di hari itu pula aku resmi menjadi seorang istri dimana hari-hari yang akan kujalani sangat jauh berbeda dengan apa yang aku jalani semasa aku masih menjadi seorang gadis.
Sedikit berbagi, aku berkenalan dengan suamiku semenjak bulan Mei tahun 2006 silam. Perkenalan kami bermula dari sebuah media di dunia maya, yang saat ini menjadi tren anak2 muda, yaitu Friendster. Bermula dari sebuah foto yang berlatar belakang masjid Al-Jihad, Unpad, suamiku kemudian memberikan responnya dengan mengirim pesan singkat pada media yang sama. Tak lama setelah itu, masih di bulan yang sama, media perkenalan kami meningkat melalui fasilitas chatting Yahoo Messanger. Di awal chatting kami, aku sempat sedikit kesal pada suamiku ini. Karena ada suatu hal yang sdikit kurang berkenan dihatiku. Sesaat itu juga akupun membalasnya dgn kata2 bak seorang pengacara yang membela kliennya di pengadilan. Dan tak lama setelah itu kami sama2 sepakat utk menyudahi chatting kami hari itu. Aku emosi, dan bertekad tidak akan mau lagi chatting dengannya. Namun, setelah aku kembali ke tempat kost yang bertempat di Jl. Tubagus Ismail Bandung perasaan bersalah menyeruak di pikiranku. Aku merasa bersalah karena telah memperlakukan kenalan baru ku ini dengan kurang baik. Keesokan harinya, aku kembali mengunjungi sebuah warnet yang terletak persis di Simpang Dago itu. Sesampainya di warnet itu, aku langsung on-line berharap tanda senyum berwarna kuning menyala. Alhamdulillah, harapanku tak sia2. Ia pun on-line Tanpa ragu-ragu dan malu-malu aku langsung menyapanya, Assalamu’alaikum Akhi, Setelah menunggu beberapa saat lampu kelap-kelip berwarna oranye menyala pada layer komputerku. Sebuah tanda balasan darinya, Wa’alaikum salam Ukhti. Hatiku senang bukan main..Brarti ia tidak lagi menyimpan marah padaku, karena sehari sebelumnya aku sempat melontarkan sebuah ucapan yg mgkn krg berkenan dihatinya. Alhamdulillah, suasana menjadi cair sesaat itu juga..Dan pembicaraan kami berlanjut. Tanpa terasa 7 jam lamanya aku berada di warnet itu. Entah mengapa, meskipun belum pernah melihat wajahnya, tapi hati ini mengatakan he is the one..., dan ia pun demikian. Tepat pada tanggal 29 Mei 2006 pukul 01.00 dini hari ia mengungkapkan isi hatinya yang tiada lagi terbendung.
Subhanallah,Alhamdulillah,Walailahaillallah, WallahuAkbar. Segala Puji Bagi Allah Rabb Semesta Alam. Ya Rabb, satukanlah hati kami dalam taufik dan hidayah-Mu. Jadikanlah kami insan2 yang engkau ridhoi untuk membangun bahtera keluarga, kayakanlah akhlak kami dengan sifat saling memuliakan, Lahaula walaquwwata ilabillah, Amiin ya rabbal ‘alamiin.
Demikianlah ungkapan perasaan yg diutarakannya pada ku malam itu melalui sebuah pesan singkat. Sebuah ungkapan perasaan yg sangat mendalam yg mgkn jarang sekali dilakukan oleh anak2 remaja zaman ini, selain ucapan I love u, Honey..Maukah kau menjadi pacarku, dan sejuta kata2 manis yang mampu membuat wanita pujaannya tak bergeming. Hari demi hari bergulir, kami merasakan kasih sayang diantara kami semakin besar. Tapi kami sadar, kami belum terikat tali pernikahan yg menghalalkan kami utk merajut kasih sayang yg seutuhnya. Kami berusaha utk tetap brada di jalanNya.
Sampailah pada suatu ketika di bulan Juni 2006, aku menanyakan suatu hal padanya, yg mgkn sangat langka dilakukan oleh wanita manapun di dunia ini. Aa, aku ingin skali merasakan engkau halal bagiku. Rasa cinta di dalam dada ini sudah semakin tak terbendung. Maukah engkau menikahiku secepatnya??? Sontak pertanyaanku itu membuatnya terkejut bukan kepalang. Semua perasaannya bercampur aduk menjadi satu. Dia bertanya balik padaku, apakah aku bermimpi??? Secepat itukah aku berani memutuskan untuk dipersunting olehnya, dengan keadaanya yg baru bekerja dan baru beberapa bulan saja mengenalnya??? Kemudian aku berusaha untuk meyakinkannya sepenuh hatiku..Aku berusaha sebijaksana mungkin menyampaikan alasan-alasan mengapa aku mengajaknya untuk segera menikahiku. Dengan berbekal sedikit ilmu tentang pernikahan, dengan penuh perasaan kusampaikan padanya; Aa, Menikah hukumnya wajib bagi siapa saja yang telah mampu baik secara fisik dan mental. Dan kita telah memenuhi persyaratan itu. Aku tidak peduli baru berapa lama aku mengenalmu. Namun ada hal lain, hati kecil ini telah mantap mengatakan bahwa engkaulah yang selama ini kucari dan kuharapkan bisa menjadi imam bagi dunia dan akhiratku. Jangan fikirkan bagaimana mungkin kita akan menikah, sedangkan gajimu saat ini tidaklah mencukupi utk hidup kti berdua??? Kembali kuyakinkan dirinya, hanya Allah yang berhak mengatur rezeki kita. Dan Ia-pun telah menjanjikan akan mencukupkan rezeki bagi mereka yang menikah. Butuh waktu hampir satu bulan ia meyakinkan diri dan keluarganya bahwa sebentar lagi ia akan berubah status menjadi seorang suami, sekaligus menjadi anak tertua di keluarganya.
Setelah menjalani istikarah yang panjang, akhirnya di awal bulan Agustus 2006 silam, ia dengan mantap menemui keluargaku yang berada di Padang, sendiri saja tanpa ditemani oleh keluarganya. Lelaki pemberani ucapku di dalam hati. Subhanallah, jika memang jodoh tak akan lari kemana. Pertemuan pertama dengan keluargaku nyaris tanpa hambatan, dan semua keluarga sepakat untuk menikahkan aku dengan pangeranku ini, dengan syarat setelah aku menjadi Sarjana Hukum pada bulan November 2006. Kembali aku teringat, aku belum menyelesaikan Tugas Akhirku. Masih berkutik di bab 3, dan itupun masih revisi. Aku sedikit pesimis kalau2 aku tidak mampu merampungkan Sarjana Hukum ku, sebelum hari pernikahan itu tiba.
Sejak kedatangan pangeranku ini ke keluargaku di Padang aku tekadkan sekuat hati untuk mempersembahkan kado terindah bagi kedua orang tuaku sebelum aku menjadi seorang istri, yaitu lulus menjadi Sarjana Hukum dengan nilai yang memuaskan. Tepat tanggal 9 November 2006 aku dinyatakan lulus sidang sarjana. Dan pada tgl 25 di bulan yang sama akupun di wisuda. Alhamdulillah, Allah selalu saja memudahkan jalan bagi siapa saja yang berniat melaksanakan perintah-Nya, terutama untuk menikah. Stiap langkahku menuju pelaminan selalu dimudahkan Allah.
Jadilah tanggal 7 Januari 2007 sebagai momen yang disepakatii oleh kedua pihak keluarga untuk menikahkan kami. Rasa haru bercampur bahagia menyusup kedalam relung hati kami masing-masing, baik sebagai anak maupun sebagai orang tua. Dua hari setelah pernikahanku di Padang, aku dibawa oleh suamiku ke Jakarta. Disana kami baru menyadari, ternyata usia kami masih sangat belia untuk menyandang predikat sebagai suami dan istri. Usia kami sama2 23 tahun kala itu. Kami tidak sedikitpun khawatir karenanya. Kami yakin bahwa Allah-lah yang akan menyelamatkan, menuntun, membimbing rumah tangga kami, Insya Allah hari demi hari kami jalani sebagai sepasang pengantin baru yang masih muda. Bulan madu kami habiskan dengan melepas penat setelah resepsi perkawinan di kotaPadang, dengan mengunjungi Dunia Fantasi yang memilki berbagai wahana permainan yang tak kalah menantang. Saling tertawa, berpegangan tangan, berteriak dan berpelukan mesra saat menghadapi permainan yang menguji adrenalin kami. Subhanallah, indah sekali rasanya. Hari-hari kami sebagai pasangan muda kami habiskan di sebuh rumah kontrakan berukuran sedang di kawasan Cilandak yang relatif masih jauh dari hiruk pikuk kota Jakarta pada umumya. Cilandak kami pilih, karena kebetulan berdekatan dengan tempat dimana suamiku bekerja. Disana jugalah aku belajar menjadi seorang istri yang melayani suami. Setelah shalat subuh, aku menyiapkan sarapan dan pakaian suamiku. Setelah ia berangkat ke kantor, akupun kembali merapikan rumah dan seisinya yang belum sempat aku bereskan semenjak kedatanganku dari Padang. Setelah itu, akupun berangkat ke warung untuk belanja keperluan memasak. Sesampainya dirumah, aku mulai bereksperimen dengan segala bahan dan bumbu masakan yang telah kubeli di warung tadi. Aku mencoba mengolahnya menjadi masakan yg lezat. Alhasil, walaupun jarang memasak, alhamdulillah aku berhasil memasak makanan yang kata suamiku, rasanya tak jauh berbeda dengan restaurant padang. Itu kata suamiku, tidak tahu juga bagaimana komentara dari orang lain jika mencicipi masakanku. Tapi yang pasti, aku senang skali mendapat pujian seperti itu dari suamiku. Aku bahagia melihat suamiku makan dengan lahapnya, dengan lauk pauk yang aku masak untuknya.
Berselang sekitar hampir 3 minggu lamanya kami di rumah itu, tanggal 2 Februari 2007, tepat pukul 01:00dini hari, kami mendapat musibah. Jakarta dilanda hujan besar yang menyebabkan banjir dimana-mana. Alhamdulillah, rumah kami tidak terkena banjir, namun kami mendapat musibah yang lain, rumah kami longsor. Saat itu jg kami terjaga dari tidur kami, dan melihat ke jendela, ternyata pagar di samping rumah kami sudah amblas. Ketakutan dan kepanikan mendera kami. Hujan lebat dan listrik yang padam membuat kami menangis, dan pasrah. Tak lama setelah itu, kami berusaha menghubungi salah satu tetangga kami yang kebetulan teman satu kantor suamiku, dan sama-sama orang padang juga. Akhirnya kami berdua disarankan untuk mengungsi sementara hingga pagi tiba. Setelah pagi menjelang, kami pun penuh dengan rasa was-was masuk ke rumah yang longsor itu dan pelan-pelan memindahkan semua barang-barang kami, dengan dibantu beberapa tetangga. Alhamdulillah, kami pindah ke rumah kosong yang tepat berada di depan rumah saudara kami yang orang padang tadi.
Di rumah yang baru kami tempati itu kembali kami harus menatanya senyaman mungkin, sama seperti rumah kami yang kena longsor. Dan mulailah kami menjalani hari demi hari dirumah kontrakan yang baru yang berjarak hanya beberapa rumah, dari rumah kami yang lama. Kalender telah menunjukkan pertengahan bulan. Keuangan kami sgtlah kritis. Karena hampir 1/2 gaji suamiku habis dipakai untuk membayar cicilan untuk biaya pernikahan kami. Uang kami hanya cukup untuk makan beberapa hari saja. Sedangkan akhir bulan masih lama dan aku tidak bekerja. Kami bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa. Kami pasrahkan nasib kami kepada Allah. Dan kami yakin, bahwa Allah menciptakan perut ini berikut dengan rezekinya. Beberapa hari setelah itu, tatkala suamiku pulang ke rumah untuk makan siang, suamiku membawa uang sejumlah 1juta rupiah. Akupun bertanya pada suamiku, darimana uang itu didapat? Halal atau tidak? Kemudian, ia menjelaskan padaku kalau uang itu adalah hadiah pernikahan yang diberikan kantornya kepada kami. Subhanallah, memang Allah paling tahu kesulitan setiap hamba-Nya. Kejadian serupa yang berada di luar logika kami seringkali terjadi disaat2 kami berada dalam kesulitan, terutama kesulitan keuangan. Hal itu tidak hanya terjadi sekali dua kali, melainkan berkali-kali. Dan puncak dari semua keajaiban pernikahan kami terjadi di bulan Juni 2007.
Subhanallah, Walhamdulillah, Allahuakbar, Suamiku dinyatakan lulus dan diterima di salah satu perusahaan minyak nasional di negeri ini, yang memang telah menjadi cita-citanya semenjak ia masih duduk di bangku kuliah pada salah satu institut di kota Bandung . Suamiku memang seringkali mengeluh bekerja ditempat ia biasa bekerja. Masalah intern dengan pimpinan dikantornya, membuatnya semakin tidak betah bekerja ditempat tersebut dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Do’a kami kembali dikabulkan Allah. Keajaiban demi keajaiban yang kami alami selama pernikahan kami, membuat kami semakin yakin bahwa Allah akan mencukupkan rezeki bagi siapa saja yang menikah, dan benar2 yakin akan pertolongan Allah pasti akan tiba bagi setiap pasangan yang telah memutuskan untuk menikah.
Melalui penggalan cerita di atas, aku mengajak para rekan-rekan yang hendak menikah, terutama bagi rekan-rekan yang merasa masih belum cukup mapan ataupun bagi rekan-rekan yang masih diliputi kekhawatiran dalam segala hal pasca pernikahan, buanglah jauh-jauh semua keraguan dan ketakutan itu, karena sungguh Allah tidak pernah ingkar akan janji-Nya. Dia-lah yang menuntun langkah kita, mencukupkan rezeki kita dan melapangkan jalan bagi setiap rumah tangga yang mengalami kesulitan. Dan kami adalah salah satu contoh pasangan yang mengalami semua keajaiban itu. Sebuah buku best seller islami yang berjudul “Menikahlah Maka Engkau Akan Menjadi Kaya”, agaknya memang benar adanya. Menikahlah, maka hidupmu akan jauh lebih bermakna dan jauh lebih indah, sebab semua ibadah yang dilakukan oleh orang2 yang telah menikah akan bernilai lebih tinggi dihadapan Allah.
Menikahlah, maka disanalah engkau akan merasakan Kasih Sayang, Keindahan Duniawi yang sebenar-sebenarnya sebagai makhluk yang dibekali nafsu oleh Allah, Ke-Maha Besaran dan Keajaiban yang luar biasa dari Sang Pemilik Cinta, Allah Subhanahuwata’ala. Semoga cerita singkat ini memberikan manfaat dan inspirasi bagi siapapun yang belum dan hendak menikah.

waallahu a'lam bish shawab...

[ Baca Selengkapnya...]
posted by Nanda @ 2:03 AM   1 comments
Saturday, June 6, 2009
Tanda Orang SQ Tinggi
Didalam hidup sosial kita perlu SQ (Spiritual Quotient) atau kecerdasan spiritual, ada yang beranggapan bahwa kecerdasan ini perkembangannya menjadi penting bagi setiap manusia selain EQ.
Menurut Danar Zohar dan Ian Marshal, pakar psikolog didalam bukunya “SQ: Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence” memberikan pandangan mengenai tanda-tanda orang yang memiliki SQ tinggi, nah apakah kita termasuk dalam SQ tinggi? atau tidak ada tanda-tanda sedikitpun pada diri kita? Mari kita baca tanda-tanda orang yang memiliki SQ tinggi tersebut;
1. Berkemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaannya
2. Cenderung untuk memandang segala hal itu berkaitan (holistik)
3. Mampu untuk bersikap fleksibel (secara aktif dan spontan)
4. Cenderung untuk bertanya “bagaimana jika?” atau “mengapa?” ketika mencari jawaban yang paling mendasar
5. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi
6. Memiliki kualitas hidup yang didasari dari visi dan nilai-nilai
7. Merupakan pemimpin yang bertanggungjawab serta berpengabdian
8. Mampu untuk menghadapi dan melewati rasa takut
9. Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak perlu
Nah apakah kita termasuk didalam tanda-tanda tersebut?

[ Baca Selengkapnya...]
posted by Nanda @ 6:47 AM   0 comments
 


Previous Post
Archives
Shoutbox



LIVE SUPPORT


   Yahoo! Messenger:

CS1:  zarra_samiya

CS2:  adji_hwzy

CS3:  gigiemc

CS4:  spinxsasak

Links
Cairo
72 - 50 C
Jakarta
24 - 29 C
Bali
86 - 78 C
Mataram
85 - 76 C
Kalimantan
83 - 73 C
Tegal
83 - 73 C
Sumber : Resna weather
RESNA